Apakah itu Total Word Technique ? mungkin BBIY Friends pernah mendapatkan pesan BBM sebagai berikut :
Contoh :
- The gun (pistol) = Degan (kelapa muda)
- Book (buku) = Gedebug (bunyi benda jatuh)
- Boxing (tinju) = pusing
- Cloth (kain) = celoteh
- Pak John memegang The Gun untuk menembak degan.
- Ia menjatuhkan sebuah book hingga berbunyi gedebug.
- Bejo berlatih boxing dan terpukul sampai pusing.
- Sambil menjahit sebuah cloth, si Mimin terus berceloteh.
Teknik mengingatnya bisa dengan membuat menjadi sebuah cerita yang tekniknya mirip dengan Total Story Technique (TST) :
Ketika membuat kalimat-kalimat seperti coba visualisasikan menjadi sebuah adegan, maka kata-kata yang hendak diingat akan mudah diakses di kemudian hari.
2. Extension Technique
Ini adalah sebuah teknik dalam TWT dengan mengubah sebuah kata dalam bentuk kepanjangannya.
Contoh :
Heritage = Heran Ini Tahu Gede amat
Pensive = Pena Si Verdi
Fresco (lukisan cat air di atas kapur basah) = Lukisan itu Fresh and Cool.
Inti dari TWT bukan kebenaran dari kata plesetan yang digunakan, tetapi efektifitasnya untuk mudah diingat. Ketika menemui sebuah kata sulit dalam istilah biologi, kedokteran, bahasa Inggris, dll BBIY Friends bisa menggunakan kedua teknik ini untuk memudahkan otak mengingatnya.Lakukan latihan ini dalam kondisi rileks, sambil bermain, sambil belajar. Selamat mencoba.
lt;br />yle="display: inline-block; height: 60px; width: 468px;">
Selasa, 23 September 2014
Menyimak gonjang-ganjing PR matematika kelas 2 SD

Keramaian ini dimulai ketika sebuah update status di social media menampilkan gambar sebuah buku berisi beberapa soal matematika yang mengawali perdebatan bahkan sampai di kalangan ahli matematika.
Peristiwanya adalah ketika Habibi, murid kelas dua di sebuah SD di Jawa Tengah mengerjakan PR matematikanya dengan dibantu oleh Muhammad Erfas Maulana kakaknya. Dan ternyata hasil pengerjaan PR tersebut berbeda konsep dengan guru matematika yang mengajar Habibi dan terjadilah protes Muhammad Erfas Maulana atas hasil tersebut.
Apa yang sebenarnya terjadi ?
Seperti pada gambar di atas, terlihat ada deretan angka yaitu 4+4+4+4+4+4 = ...x...
Habibi menjawab soal tersebut dengan 4x6=24 dan guru matematikanya melakukan sebuah koreksi dengan menyatakan bahwa 4+4+4+4+4+4 = 6x4 = 24. Hasilnya sama tetapi prosesnya berbeda.
Dari konflik di atas terlihat bahwa persoalan yang terjadi adalah konflik antara konsep dengan konteks. Habibi menjawabnya secara konsep, sedangkan gurunya yang memang berparadigma orang matematika menjawabnya secara konteks.
Habibi sebagai seorang murid SD kelas dua tentunya hanya berpikir bahwa 4 dan 6 adalah benar-benar sebuah angka. Dilihat dari cara menjawabnya, logika yang digunakan adalah ada angka 4 sebanyak (sejumlah) 6.
Tetapi jika hal ini dilihat secara konteks misalnya dalam soal matematika berikut ini :
Dave is taking his three brothers to the cinema, he needs to buy 4 tickets in total, and each ticket costs $6. How much will the total cost of the trip be? The sum here is 4 × 6.Mengapa 4x6 ? karena di sini angka bukan lagi sebagai angka dalam arti lambang bilangan, tetapi angka yang harus diinterpretasikan pada sesuatu.
Dalam soal di atas 4 mewakili sebuah tiket dan 6 mewakili harga tiket.
Berarti dalam bentuk penjumlahan akan tertulis sebagai berikut :
$6+$6+$6+$6 = 4x$6 = $24
Dibaca ada 4 tiket seharga masing-masing $6. Akan salah jika ditulis dengan 4+4+4+4+4+4 karena tidak sesuai dengan konteksnya.Kecuali jika soalnya adalah ada 6 tiket seharga masing-masing $4.
Jadi di sini kita bisa memahami mengapa guru matematika Habibi melakukan koreksi atas hasil pengerjaan PRnya.
Jadi sebenarnya Habibi juga tidak salah-salah amat, karena dia hanya berpikir secara konsep, dan soal itu bukan sebuah soal cerita yang akan menentukan arti dari setiap angka berdasarkan konteksnya. 4x6 bersifat komutatif karena bisa dibaca juga sebagai 6x4 jika angka yang tertera hanya dilihat sebagai angka bukan dalam rangka konteks.
Pada waktu saya sempat ikut membatu mengajar di sebuah franchise matematika dari Jepang, pada tahap awal memang benar-benar ditekankan tentang konsep angka. Bahwa 1-2-3-4 dst adalah "lambang bilangan". Bisa "digambar" sebagai I-II-III-IV-V dst.Dan bahwa 2-3-4 dst ada di mana-mana dalam bentuk berbeda-beda, ada bentuk apel, bola dsb.Paradigma ini memudahkan murid untuk memahami bahwa lambang bilangan 2-3-4 dst bisa berarti ada dua kotak, 3 bola, 4 penggaris dst sehingga ketika murid berhadapan dengan soal cerita, maka konsep angkanya tidak menjadi rancu.
Dalam kasus di atas, Habibi dan Muhammad Erfas Maulana memang sekan-akan mendapat hukuman atas kekurangpahamannya. Angka 20 merupakan sebuah pukulan yang tidak mengenakkan. Ini memang dilema sistem pendidikan kita, yaitu bagaimana sebenarnya seorang murid harus diajarkan untuk memahami kesalahannya. Memberikan sebuah nilai memang cara yang paling praktis, tetapi menjadi tidak efektif jika hasil tersebut tidak dibarengi dengan tindak lanjut bagaimana agar kesalahan tersebut dapat dipahami dengan baik oleh murid. Sehingga sebuah angka / nilai bukan untuk menjatuhkan tetapi justru sebuah pendongkrak kemampuannya. Hal ini memang perlu kita pikirkan lebih dalam lagi.
Dan silakan simak video berbahasa inggris berikut ini mengenai konsep perkalian (multiplication) :
lt;br />yle="display: inline-block; height: 60px; width: 468px;">
Senin, 15 September 2014
Pelajaran 117 : Klausa Nomina dengan Who, What, Whose + Be (4)
Ini adalah bagian ke-4 dari klausa nomina. Dan di bagian ini kita akan melihat pembentukan klausa nomina dengan kata tanya Who, What, Whose, + Be.Yang perlu diperhatikan di sini adalah letak be (am, is, are) pada noun clause seperti pada penjelasan berikut ini.
Klausa nomina dengan kata tanya Who + Be
Who is she ? -----> Noun clause : I don't know who she is.
Who are they ? ---> Noun clause : I don't know who they are.
she (pronoun) dan they (pronoun) yang sebelumnya mengikuti be, menjadi berada di depan be pada noun clause (berwarna merah).
Who is in the car ? ---> Noun Clause : I don't know who is in the car.
Pada kalimat jenis ini perhatikan bahwa frasa presposisi (in the car) tetap berada di belakang be (mengikuti be) tetap berada di belakang be, jadi tidak berubah menjadi di depan seperti pada bentuk kalimat sebelumnya.
Klausa nomina dengan kata tanya What + Be
What is that ? ---> Noun Clause : Do you know who that is.
What are those ? ---> Noun Clause : Can you tell me what those are.
Sama seperti pada klausa nomina dengan kata tanya who + be, that dan those yang sebelumnya mengikuti be menjadi berada di depan be pada noun clause (berwarna merah).
Klausa nomina dengan kata tanya Whose + Be
Whose house is this ? ---> Noun Clause : I don't know whose pen this is.
Perubahan pada this yang sebelumnya mengikuti be (is) kini berubah berada di depan be (is)